Mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca memang cukup mudah dilakukan oleh industri dan berbagai aktivitas manusia, tetapi menangkap dan mengurangi gas-gas tersebut dari atmosfer merupakan tantangan yang jauh lebih rumit. Banyak teknologi yang sedang dikembangkan untuk mengatasi masalah ini, tetapi sebagian besar masih berada dalam tahap desain atau belum cukup efisien untuk menyeimbangkan emisi yang kita hasilkan setiap harinya. Inilah sebabnya mengapa setiap terobosan baru dalam bidang penangkapan karbon sangat berarti.
Baru-baru ini, para ilmuwan mengumumkan sebuah pendekatan inovatif yang memiliki potensi besar untuk menyederhanakan proses penangkapan karbon langsung dari udara. Teknologi ini dianggap sebagai perkembangan yang sangat menjanjikan. Saat ini, teknologi penangkapan karbon paling efektif ketika diterapkan pada sumber yang memiliki konsentrasi CO2 yang tinggi, seperti cerobong asap pabrik industri. Namun, dengan teknologi baru ini, peneliti berhasil mengembangkan material berpori yang mampu menyerap karbon dioksida saat gas tersebut melaluinya.
Yang menarik, cara kerja material ini tidak sama dengan prinsip penyerapan yang kita kenal, seperti spons yang menyerap air. Material ini menggunakan proses yang disebut ‘adsorpsi’, di mana molekul CO2 hanya menempel di permukaan material tanpa masuk lebih dalam ke dalam strukturnya.
Profesor Omar Yaghi dari UC Berkeley, salah satu peneliti utama dalam proyek ini, menjelaskan bahwa mereka telah mengujinya dengan cara yang cukup sederhana. Mereka menaruh bubuk dari material tersebut ke dalam sebuah tabung dan mengalirkan udara normal dari luar ruangan di Berkeley. Hasilnya? Udara yang keluar dari tabung ini benar-benar bersih dari CO2. Yaghi sangat antusias dengan hasil ini, karena belum ada teknologi lain yang memberikan performa sebaik ini.
Material tersebut hanya seberat 200 gram namun diperkirakan mampu menghilangkan hingga 20 kilogram karbon dioksida dalam kurun waktu setahun. Potensi aplikasinya pun sangat luas, bisa diterapkan dalam sistem penangkapan karbon yang sudah ada, baik yang digunakan untuk mengatasi emisi dari cerobong asap pabrik maupun yang dirancang untuk membersihkan atmosfer.
Zihui Zhou, seorang mahasiswa di UC Berkeley dan penulis utama penelitian ini, menjelaskan pentingnya teknologi ini. Saat ini, konsetrasi CO2 di atmosfer sudah melebihi 420 ppm (parts per million). Tanpa tindakan nyata, angkanya bisa terus meningkat hingga 500 atau bahkan 550 ppm. Dengan tingkat konsentrasi seperti ini, perubahan iklim akan semakin sulit ditangani. Penangkapan CO2 langsung dari udara menawarkan peluang untuk mengurangi konsentrasi tersebut kembali ke level yang lebih aman, seperti 400 atau bahkan 300 ppm, yang mirip dengan kondisi atmosfer 100 tahun yang lalu.
Material yang digunakan dikenal sebagai covalent organic framework-999 atau COF-999. Material ini memiliki struktur kristal yang kaku dengan pori-pori internal yang teratur. Pori-pori ini dilengkapi dengan amina yang berinteraksi dengan molekul CO2 ketika gas ini mengalir melalui material tersebut. Setelah proses adsorpsi selesai, CO2 dapat dilepaskan dan kemudian disimpan dengan aman untuk menghindari pelepasannya kembali ke atmosfer.
Kelebihan COF-999 ini adalah strukturnya yang kuat secara kimia dan termal. Ini berarti material tersebut tidak hanya efektif menyerap CO2, tetapi juga tahan lama dan memerlukan energi yang relatif sedikit untuk dioperasikan. Material ini bahkan bisa digunakan hingga 100 siklus tanpa kehilangan kapasitas penyerapan, sesuatu yang belum pernah dicapai oleh material penangkap karbon lainnya.
Para peneliti juga berencana untuk menggunakan teknik pembelajaran mesin untuk mengoptimalkan sistem ini lebih lanjut. Meskipun teknologi ini sangat menjanjikan, langkah-langkah lain tetap perlu dilakukan. Mengurangi emisi pada sumbernya dan memastikan dukungan dari kebijakan pemerintah, seperti penegakan Perjanjian Paris, harus tetap menjadi prioritas utama dalam upaya kita bersama untuk menanggulangi krisis iklim yang semakin mendesak. Teknologi ini memberikan harapan dan alat yang lebih baik, tetapi aksi nyata dari kita semua tetap menjadi kunci dalam menyelamatkan planet ini.